
Indonesia harus kerja keras, jangan sampai menjadi sekadar pasar bagi dua negara itu. Presiden Amerika Serikat Barack Obama datang ke Indonesia hari ini. Kunjungannya itu ditengarai untuk melobi pemerintah Indonesia guna meminimalkan upaya peningkatan kerja sama ekonomi RI dengan China.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Golongan Karya (Golkar), Hajrianto Thohari memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Sebab, baik Amerika maupun China sekarang sedang bersaing untuk memperluas pengaruhnya sebagai dua raksasa ekonomi di dunia.
"Itu make sense saja saya kira. Kami kan tahu, China sekarang menjadi salah satu negara yang sangat berpotensi jadi adidaya di dunia," kata Hajrianto di gedung DPR, Jakarta, Selasa 9 November 2010.
Implikasi untuk menjadi adidaya itu, dia melanjutkan, akan ada perluasan pengaruh di berbagai bidang kehidupan. "Jadi kalau kemudian Amerika dan China ada semacam kompetisi untuk menjadi yang paling berpengaruh di dunia, itu saya kira wajar saja," tuturnya.
Upaya itu dinilai sebagai konsekuensi logis dari kemajuan kedua negara, terutama di bidang ekonomi.
Apakah dengan begitu Indonesia bisa menjadi pasar yang diperebutkan China dan Amerika? Hajrianto cenderung tidak berpikir ke arah itu, karena menurut dia, justru Indonesia yang harus memanfaatkan pasar kedua negara besar tersebut.
Dari jumlah penduduk, Indonesia sebenarnya paling kecil, atau sekitar 230 juta jiwa. China berpenduduk sekitar 1,3 miliar jiwa, sedangkan Amerika hampir 300 juta jiwa. "Jadi, sebetulnya Indonesia yang lebih memiliki peluang untuk memanfaatkan pasar kedua negara daripada dijadikan pasar," kata dia.
Untuk itu, Hajrianto menambahkan, Indonesia harus bekerja lebih keras, sehingga tidak menjadi sekadar pasar bagi kedua negara tersebut. Indonesia harus menjadikan kedua negara yang jumlah penduduknya lebih banyak itu sebagai pasar bagi Indonesia.
Dia melanjutkan, pemerintah Indonesia harus memperhitungkan tawaran keluasan manfaat yang dapat diberikan baik oleh Amerika maupun China untuk keuntungan kepentingan nasional.
"Amerika pun harus memberi banyak manfaat untuk Indonesia. Kalau tidak bisa memberi manfaat, ya untuk apa dekat-dekat dengan Amerika, tapi kemudian jauh dengan China. Hal yang sama harus dikatakan kepada China," tutur Hajrianto.
Hajrianto menyarankan, politik luar negeri Indonesia harus dikelola lebih cerdas dan canggih dalam menghadapi kedua negara yang nyaris menjadi super power dunia itu. "Jangan sampai diperalat kedua negara. Tetapi, pergunakan untuk mengambil manfaat yang sebesar-besarnya demi kepentingan nasional," kata dia. (art)
Apakah dengan begitu Indonesia bisa menjadi pasar yang diperebutkan China dan Amerika? Hajrianto cenderung tidak berpikir ke arah itu, karena menurut dia, justru Indonesia yang harus memanfaatkan pasar kedua negara besar tersebut.
Dari jumlah penduduk, Indonesia sebenarnya paling kecil, atau sekitar 230 juta jiwa. China berpenduduk sekitar 1,3 miliar jiwa, sedangkan Amerika hampir 300 juta jiwa. "Jadi, sebetulnya Indonesia yang lebih memiliki peluang untuk memanfaatkan pasar kedua negara daripada dijadikan pasar," kata dia.
Untuk itu, Hajrianto menambahkan, Indonesia harus bekerja lebih keras, sehingga tidak menjadi sekadar pasar bagi kedua negara tersebut. Indonesia harus menjadikan kedua negara yang jumlah penduduknya lebih banyak itu sebagai pasar bagi Indonesia.
Dia melanjutkan, pemerintah Indonesia harus memperhitungkan tawaran keluasan manfaat yang dapat diberikan baik oleh Amerika maupun China untuk keuntungan kepentingan nasional.
"Amerika pun harus memberi banyak manfaat untuk Indonesia. Kalau tidak bisa memberi manfaat, ya untuk apa dekat-dekat dengan Amerika, tapi kemudian jauh dengan China. Hal yang sama harus dikatakan kepada China," tutur Hajrianto.
Hajrianto menyarankan, politik luar negeri Indonesia harus dikelola lebih cerdas dan canggih dalam menghadapi kedua negara yang nyaris menjadi super power dunia itu. "Jangan sampai diperalat kedua negara. Tetapi, pergunakan untuk mengambil manfaat yang sebesar-besarnya demi kepentingan nasional," kata dia. (art)
0 Responses So Far: